BAB II
PEMBAHASAN
‘ILLAL DAN HADIS MA’LUL
A. Definisi ‘Illal
dan Hadis Ma’lul
Istilah yang termasyhur di kalangan muhadditsin
dalam menamakan hadis ini adalah hadis mu’allal, dan sebagian
menamakannya dengan istilah hadis ma’lul. Kedua istilah ini tidak lepas
dari kritik karena keduanya tidak relevan dengan penggunaannya oleh para
muhadditsin. Mereka mengguanakan kedua istilah itu untuk hadis yang padanya
terdapat sifat yang mencacatkannya. Sehingga nama yang paling tepat adalah “mu’all”,
karena kata yang dibentuk dari “a’alla” (menjadi cacat) yang terdiri
dari empat huruf.[1]
Dalam bahasa mu’allal
berasal dari kata عَلَّلَ
– يُعَلِّلُ – تَعْلِيْلاً – فَهُوَ مُعَلَّلُ yang berasal dari akar kata ‘illah
(عِلَّةٌ) yang diartikan al-maradh = penyakit. Seolah-olah hadis ini terdapat penyakit yang
membuat tidak sehat dan tidak kuat. Dalam istilah ‘illah atau mu’allal adalah:
هِيَ عِبَارَةُ عَنْ
أَسْبَابٍ خَفِيَّةٍ غَامِضَةٍ طَرَأَتْ عَلَى الحَدِيْثِ فَقَدَحَتْ فِي
صِحَّتِهِ مَعَ أَنَّ الظَّاهِرَ السَّلاَمَةُ مِنْهَا
Artinya: Illah
adalah ungkapan beberapa sebab yang samar tersembunyi yang datang pada hadis
kemudian membuat cacat dalam keabsahannya pada hal lahirnya selamat dari
padanya.
Hadis mu’allal adalah:
هُوَ الْحَدِيْثُ الَّذِيْ اُطُّلُعِ فِيْهِ عَلَى عَلَّةٍ تَقْدَحُ فِي صِحَّتِهِ مَعَ أَنَّ الظَّاهِرَ السَّلاَمَةُ مِنْهَا
Artinya: Hadis
yang dilihat di dalamnya terdapat ‘illah yang membuat cacat kesahihan hadis,
padahal lahirnya selamat dari padanya.[2]
Dari definisi ini dapat diambil
kesimpulan bahwa yang dinamakan illat menurut
ulama hadis haruslah terwujud dua syarat, yaitu:
a.
Tersembunyi lagi tidak nampak.
b.
Terdapat cacat yang dapat merusak keshahihan hadis.[3]
B.
Macam-macam Hadis
Mu’allal
Hadis mu’allal
terbagi menjadi tiga, yaitu mu’allal pada
sanad, mu’allal pada matan dan mu’allal pada keduanya (sanad dan matan).
1.
Hadis Mu’allal pada sanad
Kadang-kadang ‘illat yang terdapat dalam hadis mu’allal jenis ini dapat mencacatkan sanad dan mencacatkan
matan, seperti apabila suatu hadis tidak dikenal kecuali melalui seorang
periwayat, lalu ternyata padanya terdapat ‘illat, seperti idhtirab, inqitha yang tersembunyi, atau merupakan hadis mauquf
yang marfuq dan sebagainya.[4]
Diantara contohnya
adalah hadis Ibnu Juraij dari Musa bin ‘Uqbah dari Suhail bin Abi Shalih dari
bapaknya dari Abu Hurairah r.a., dengan marfuk:
مَنْ جَلَسَ مَجْلِسًا كَثُرَ فِيْهِ لَفَطُهُ
فَقَالَ قَبْلَ اَنْ يَقُوْمُ سُبْحَانَكَ الَّلهُمَّ وَبِحَمْدِكَ لا اِلَهَ
اِلاَّ اَنْتَ اَسْتَغْفِرُكَ وَ اَتُوْبً اِلَيْكَ اِلاَّغُفِرَلَهُ مَاكَانَ
مِنْ مَجْلِسِهِ
Artinya: “Barang siapa hadir
dalam suatu majelis yang padanya banyak terjadi kegaduhan kemudian sebelum
berdiri ia berkata, “Maha suci Engkau, Ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Tiada
Tuhan selain Engkau. Aku mohon ampun kepada-Mu dan aku bertobat kepada-Mu”,
maka ia mendapat ampunan atas dosa yang terjadi dalam majelis tersebut.
Lahir hadis ini sahih, sehingga banyak
hafiz tertipu lalu mensahihkannya, tetapi terdapat ‘illat yang
samar dan merusak. Yang benar dalam hal ini adalah riwayat Wahib bin Khalid
al-Bahili dan Suhail dari ‘Aun bin Abdillah dari perkataan Abu Hurairah, tidak
marfuk. Dalam periwayatan ini terjadi perbedaan anatara Wahib dan Musa bin
‘Uqbah. Al-Bukhari menyatakan keunggulan riwayat Wahib, dan menjelaskan bahwa
di dunia ini tidak ia ketahui sanad Ibnu Juraij demikian kecuali dalam hadis
ini. Selanjutnya ia berkata, “Kami tidak pernah menyatakan bahwa Musa mendengar
hadis dari Suhail. Indikasi-indikasi inimemperkuat orang yang berbeda riwayat
dengan Musa bin ‘Uqbah.[5]
Contoh lain:
....البَيِّعَانِ بِا لخِيَارِ مَالَمْ
يَتَفَرَّقَا...
Artinya:
“Penjual dan pembeli memiliki hak untuk
berkhiyar selama kedua belum berpisah.” (HR. Muslim).
Mata Rabtai sanad hadis diatas
أبن عمر
عمرو بن دينار عبد
الله بن دينار
سفيان الثوري
يعلى بن عبيد ابو نعيم محمد بن يوسف مخلد بن يزيد
Mata rantai hadis
ini dapat dilihat dari dua jalur periwayatan, yaitu:
a)
Jalur periwayatan Ya’la bin ‘Ubaid dari Sufyan
ats-Tsauri, dari ‘Amr bin Dinar, dari Ibnu Umar.
b)
Jalur periwayatan Makhlad bin Yazid, Muhammad bin Yusuf
dan Abu Na’im. Ketiganya dari Sufyan ats-Tsauri, dari Abdullah bin Dinar, dari
Ibnu Umar.[6]
Dengan melihat
dua jalur diatas, dapat diketahui bahwa hadis yang dari jalur periwayatan Ya’la
memiliki cacat (hadis mu’allal) sebab
ia menyandarkan hadisnya pada ‘Amr bin Dinar, padahal yang sebenarnya adalah
‘Abdullah bin Dinar. Sekalipun demikian, hadis Ya’la tetap dikatakan shahih
pada matannya sebab redaksinya sama
dengan hadis yang datang dari jalur lain.[7]
Kadang-kadang ‘illat
yang terdapat pada suatu sand tidak mempengaruhi cacatnya matan, seperti
bilamana perbedaan riwayat terjadi pada hadis yang memiliki sanad yang banyak,
atau dalam menentukan salah satu dari dua rawi yang tsiqat.[8]
2.
Hadis mu’allal pada
matan
a.
Hadis riwayat Ibrahim bin Thuhman:
ثُمَّ لِيَغْتَرِفْ بِيَمِيْنِهِ مِنْ اِنَائِهِ لِيِصُبَّ
عَلَى شِمِالِهِ مَقْعَدَتَهُ
Artinya:
“....kemudian hendaklah menciduk dengan
tangan kanannya untuk dituangkan ke tangan kirinya, setelah itu cucilah
pantatnya.”
b.
Hadis riwayat Bukhari dan Turmudzi
اِذَا اسْتَيْقَظَ اَحَدُكُمْ مِنْ مَنَامِهِ فَلْيَغْسِلْ
كَفَّيْهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ قَبْلَ اَنْ يَجْعَلَهُمَا فِيْ لاِنَاءِ فَاِنَّهُ
لاَ يَدْرِى أَمِيْنَ بَاتَتْ يَدَهُ
Artinya:
“Jika seseorang dari kamu bangun tidur,
cucilah kedua teapak tapak tangannya tiga kali sebelum dimasukkan ke tempat air
wudhu sebab ia tidak mengetahui kemana tangannya semalam...”
Mata rantai sanad
hadis diatas
ابو هريرة
محمد بن سيرين ابيه الاعراج سعيد بن المسيب
هشام بن حسان سهيل بن ابى صالح ابو الزناد الزهر
ابراهيم بن
طهمان ملك لاوزاعى
عبدالله بن يوسف الوليد
البخارى الترمذى
Dalam hadis diatas, ditemukan perbedaan pada matan dan dua jalur periwayat, yaitu:
a)
Jalur periwayatan Ibrahim bin Thuhman, berasal dari dua
periwayat, yaitu:
-
Dari Suhail bin Abi Shalih, dari Ayahnya, dari Abu
Hurairah.
-
Dari Hisyam bin Hasan, dari Muhammad bin Sirin, dari Abu
Hurairah.
b)
Adapun jalur periwayatan Bukhari dan Turmudzi yang
redaksi matan keduanya sama, yaitu:
-
Bukhari, dari Abdullah bin Yusuf, dari Malik, dari Abu
az-Zinad, dari al-‘Araj, dari Abu Hurairah...
-
Turmudzi, dari al-Walid, dari al-Auza’iy, dari az-Zuhri,
dari Sa’id bin AL-Musayyab, dari Abu Hurairah...
Setelah
melakukan perbandingan antara ketiga jalur periwayatan hadis tersebut,
ditemukan fakta bahwa matan hadis
dari jalur Ibrahim bin Thuhman memiliki ‘illat.
Sebab, menurut hasil penelitian Abu Hatim ar-Raziy, di akhir matan hadis itu, yakni kalimat sampai
adalah perkataan Ibrahim bin Thuhman sendiri.
3.
Hadis Mu’allal
dalam sanad
dan matan
Contoh hadis
yang dikeluarkan oleh al-Nas’i dan Ibnu Majah dari riwayat Baqiyyah dari Yunus dari al-Zuhri
dari Salim dari Ibnu Umar dari Nabi Saw., beliau bersabda:
مَنْ اَدْرَكَ رَكْعَةً مِنْ
صَلاَةٍ الجُمُعَةِ وَ غَيْرِهَا فَقَدْ اَدْرَكَ
Artinya: “Barang siapa mendapatkan satu rakaat (dari sisa waktu)
dalam salat jum’at atau lainnya, maka ia telah menunaikan (salatnya).
Abu Hatim al-Razi berkata: “Hadis ini salah matan
dan sanadnya. Yang benar hadis dari Abu Hurairah dari Nabi Saw.,:
مَنْ اَدْرَكَ مِنْ صَلاَةٍ
رَكْعَةً فَقَدْ اَدْرَكَهَا
Artinya: “Barang siapa mendapatkan satu rakaat dari suatu salat
(masih pada waktunya), maka ia mendapatkan salat itu.“[9]
Atau hadis riwayat Bukhari Muslim:
مَنْ اَدْرَكَ رَكْعَةً مِنْ
صَلاَةٍ فَقَدْ اَدْرَكَ (رواه البخاري و مسلم)
Artinya: “Siapa saja yang mendapatkan satu rakaat dari suatu
shalat, berarti ia mendapatkan shalat itu dengan sempurna”[10]
Adapun kata-kata “min
salat al jum’ati wa ghairiha” tidak terdapat dalam hadis ini. Jadi matan dan
sanad tersebut dipertanyakan. Hadis ini diriwayatkan dalam shahihain
dan
lainnya (Al-Bukhari) dari banyak jalan dengan redaksi yang berada dengan
riwayat Baqiyyah dari Yunus. Hal ini menunjukkan adanya ‘illat
dalam
hadis riwayat Baqiyyah ini.[11]
Skema Mata Rantai Sanad
Hadis diatas
ابن عمر ابو
هريرة
سالم ابو
سلمة
الزهرى الزهرى
يونس يونس مالك
بقية بن الواليد ابن
وهب يحي
بن يحي عبدالله
حرملة بن يحي
مسلم البخار
Dari contoh hadis mu’allal diatas, dapat diambil
pemahaman bahwa cacat atau ‘illat yang dapat mempengaruhi matan adalah:
a.
Jika kecacatan hadis disebabkan oleh sikap yang langsung
me-mauquf-kan, artinya memangkas pemberitaan, langsung kepada sahabat.
b.
Jika cacat itu disebabkan oleh sikap yang langsung meng-irsal-kan,
artinya meninggalkan sahabat yang seharusnya dijadikan sumber pemberitaan.
c.
Jika cacat itu disebabkan oleh sikap yang langsung me-munqati’-kan,
artinya menggugurkan salah satu perawi yang memang menjadi mata rantai sanad-nya.[12]
- Cara Mengetahui Hadis Mu’allal
1.
Mengumpulkan sejumlah riwayat suatu hadis, kemudian
membuat perbandingan diantara sanad dan matannya. Dengan demikian
perbedaan dan kesamaannya akan menunjukkan tempat ‘illat. Apabila
disertai dengan beberapa indikasi, maka ia akan semakin jelas dan mudah
diketahui. Cara ini adalah yang paling banyak pemakainya. Kadang-kadang perlu
dilakukan pula pengumpulan semua hadis dalam bab yang sama, bahkan setiap hadis
yang ada kaitannya dengan maksud kandungannya. Hal ini membutuhkan hafalan yang
mantap dan kecepatan pengungkapannya.
2.
Membandingkan susunan para rawi dalam sanad untuk
mengetahui posisi mereka masing-masing pada keumuman sanad. Maka akan diketahui
bahwa posisi para rawi dalam suatu untaian sanad itu berbeda dengan sanad-sanad
lainnya. Hal ini merupakan suatu indikator adanya sanad ‘illat yang
samar padanya, meski ‘illat itu sangat sulit ditentukan. Dan ini tidak
mungkin dapat diketahui kecuali dengan hafalan yang sempurna, ingatan yang
halus, dan kecepatan mengungkap kembali terhadap sejumlah sanad.[13]
3.
Al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali menjelaskan dalam syarah
‘Ilal Jami’ al-Turmudzi “Kaidah penting: Kecerdasan para kritikus hadis
dari kalangan para hafiz yang merupakan refleksi keleluasaan wawasan mereka
tentang hadis dan pengetahuan mereka tentang para rawi menjadikan mereka
memiliki pemahaman khusus. Selanjutnya mereka menilai adanya ‘illat pada
beberapa hadis. Semua ini hanya dapat diketahui dengan pemahaman dan
pengetahuan khusu yang tidak dimiliki oleh ahli ilmu lain.
4.
Dijelaskan oleh salah seorang imam hadis yang dikenal
keahliannya dalam bidang ini bahwa suatu hadis ber-‘illat dengan
dijelaskan jenis ‘illat-nya atau cacatnya, sebab mereka adalah para
dokter ahli tenntang urusan-urusan serumit ini.[14]
Al-Khathib
al-Baghdadi mengatakan, Cara mengetahui illah hadis adalah dengan
mengumpulkan semua jalur periwayatan, melihat perbedaan rawinya, mengadakan i’tibar
terhadap kedudukan mereka dari segi hafalan, dan posisi mereka dalam hal
kebenaran dan keakurasian.[15]
Jadi, cara
mengetahui apakah suatu hadis memiliki cacat sehingga termasuk mu’allal ataukah
tidak adalah dengan mengumpulkan semua jalur sanad hadis dan riwayatnya,
mengkajinya secara mendalam, dan melihat perbedaan rawinya, mengadakan i’tibar
(analisis) terhadap kedudukan para rawi dari segi hafalan, keakurasian dan
kebenarannya.
- Sumber-sumber Hadis Mu’allal
Para kritikus dari kalangan imam telah menyusun banyak
kitab dalam bidang ini. Kitab-kitab itu memuat inti pembahasan mereka yang
sangat rumit. Diantaranya berikut ini:
a.
Al-‘Ilal al-Kabir
atau Al-‘ilal al-Mufarrad, karya al-Turmudzi.
b.
Ilal Al-Hadis karya Imam Abdurrahman bin Abi Hatim al-Razi. Kitab ini telah dicetak dalam
dua jilid.
BAB
III
KESIMPULAN
Dari
uraian mengenai ‘illat dan hadis mu’allal diatas dapat diambil
beberapa kesimpulan mengenai ‘illat dan hadis mu’allal, yaitu:
1.
Illah adalah ungkapan beberapa
sebab yang samar tersembunyi yang datang pada hadis kemudian membuat cacat
dalam keabsahannya pada hal lahirnya selamat dari padanya. Sedangkan Hadis mu’allal adalah hadis yang dilihat di
dalamnya terdapat ‘illah yang membuat cacat kesahihan hadis, padahal lahirnya
selamat dari padanya.
2.
Hadis mu’allal
terbagi menjadi tiga, yaitu mu’allal pada
sanad, mu’allal pada matan dan mu’allal pada keduanya (sanad dan matan).
3.
Cara untuk dapat mengetahui hadis tersebut adalah hadis mu’allal yaitu:
a.
Mengumpulkan sejumlah riwayat suatu hadis, kemudian
membuat perbandingan diantara sanad dan matannya.
b.
Membandingkan susunan para rawi dalam sanad untuk
mengetahui posisi mereka masing-masing pada keumuman sanad.
c.
Al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali menjelaskan dalam syarah
‘Ilal Jami’ al-Turmudzi “Kaidah penting: Kecerdasan para kritikus hadis
dari kalangan para hafiz yang merupakan refleksi keleluasaan wawasan mereka
tentang hadis dan pengetahuan mereka tentang para rawi menjadikan mereka
memiliki pemahaman khusus.
d.
Dijelaskan oleh salah seorang imam hadis yang dikenal
keahliannya dalam bidang ini bahwa suatu hadis ber-‘illat dengan dijelaskan
jenis ‘illat-nya atau cacatnya, sebab mereka adalah para dokter ahli
tenntang urusan-urusan serumit ini.
DAFTAR
PUSTAKA
‘Itr,
Nuruddin. 2012. ‘Ulumul Hadis, terj. Mujiyo. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Abdul Majid Khon, Abdul Majid. 2010. Ulumul
Hadis, Jakarta: Amzah.
Thahhan, Mahmud.
1997. Ulumul Hadis; Studi Kompleksitas Hadis Nabi; penerjemah,
Zainul
Muttaqin. Yogyakarta: Titian Ilahi Perss.
Zein,
M. Ma’shum. 2014. Ilmu
Memahami Hadits Nabi; Cara Praktis Menguasai Ulumul
Hadits & Mustholah Hadits, Yogyakarta: Pustaka Pesantren.
[1] Nuruddin ‘Itr, ‘Ulumul Hadis,
terj. Mujiyo., (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 482.
[3] Mahmud Thahhan, Ulumul Hadis;
Studi Kompleksitas Hadis Nabi; penerjemah, Zainul Muttaqin (Yogyakarta:
Titian Ilahi Perss, 1997), hlm. 106.
[4] Nuruddin ‘Itr, ‘Ulumul Hadis…,
hlm. 483.
[5] Ibid., hlm. 483.
[6] M. Ma’shum
Zein, Ilmu Memahami Hadits Nabi; Cara
Praktis Menguasai Ulumul Hadits & Mustholah Hadits, (Yogyakarta:
Pustaka Pesantren, 2014), hlm. 167.
[8] Nuruddin ‘Itr, ‘Ulumul Hadis…,
hlm. 484.